لَبَّيْْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ

Pengelolaan Ibadah Haji Di Indonesia

Diposting oleh Unknown on Senin, 31 Desember 2012

Pengelolaan Ibadah Haji Di Indonesia

Dalam pelaksanaan ibadah haji, yang terpenting adalah nilai religiusnya yang sangat besar. Ibadah haji yang tertulis dalam rukun Islam kelima, sesungguhnya akumulasi dari empat rukun sebelumnya. Untuk meningkatkan nilai ibadahnya memang dibutuhkan manajemen yang baik, sistem yang mendukung, dan pengelola yang mempuni dalam bidangnya. Salah satu cara untuk mewujudkannya, perlu pengelolaan khusus dan matang dalam setiap pelaksanaan ibadah haji.



Berdasarkan cacatan di atas kertas, Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pelaksana ibadah haji sudah optimal bekerja. Ini dibuktikan dari penilaian Badan Pusat Statistik bahwa pelaksanaan ibadah haji tahun 2011 lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Hal senada juga pernah diutarakan oleh Wakil Menteri Agama (Kemenag) Prof Nasarudin Umar.
Ukuran keberhasilan pelaksanaan haji tahun ini. 
Pertama, masalah pemondokan yang tidak terlalu jauh, bahkan untuk jamaah yang tinggal lebih dari 2 km, ada mobil angkutan khusus untuk mengangkut jamaah haji, yang disediakan Kemenag.
Kedua, makanan jamaah haji terkoordinir dengan baik. Dalam upaya menjaga jamaah agar tetap kuat dan sehat selama menjalankan ibadah haji, makanan jamaah haji disediakan dengan kandungan gizi yang cukup.
Ketiga, dari penilaian jamaah haji Indonesia oleh Pemerintah Arab Saudi, pelaksanaan haji jamaah Indonesia paling tertib. Dengan jumlah jamaah paling banyak, Kemenag dengan operator haji lainnya tetap bisa mengkoordinasikan jamaahnya dengan baik. Hal ini membuat negara-negara lain, seperti Suriah, Lebanon, Rusia dan Iran ingin mempelajari sistem pengelolaan perhajian di Indonesia. Walau masih ada saja jamaah yang tertinggal dan tersesat, hal ini dinilai wajar karena banyak di antara jamaah Indonesia sudah berusia tua dan minim pengetahuan, bahkan menulis dan membaca pun, ada yang tidak bisa.
Hasil kinerja Kemenag memang layak diapresiasi. Secara umum pelaksanaan ibadah haji Indonesia yang mencapai ratusan ribu orang, berlangsung sukses meski masih dijumpa kekurangan di sana-sini. Banyak jemaah merasa puas dengan sistem pengelolaan ibadah haji oleh Kemenag meski masih ada saja di antara aparatur Kemenag bekerja tidak sesuai harapan. Kemenah sendiri tetap mendapat sorotan masyarakat karena disebut-sebut sebagai ladang korup nasional.
Memang, banyak di antara pegawai Kemenag mudah tergiur melakukan praktik-praktik terlarang, terutama tindakan korupsi dalam jumlah cukup besar. Dana jamaah haji yang jumlahnya tidak sedikit, didukung sistem yang tidak transparan, membuat aparatur Kemenag berpotensi besar untuk melakukan tindakan korupsi. Belum lagi, terkait keuntungan hasil tabungan calon jamaah haji yang disimpan di berbagai bank.
Sistem kerja Kemenag memicu banyak kritikan yang di arahkan kepada Kemenag, terutama dari kalangan praktisi, penyelenggara ibadah haji. Melihat apa yang telah dilakukan oleh Kemenag, memang dari hasil kinerjanya sangat terlihat statis. Hal ini disebabkan pekerjaan Kemenag yang dari dulu memang hanya begitu-begitu saja, seolah-olah seperti hanya memindahkan orang dari satu tempat ketempat lainnya.
Untuk itu, sistem perhajian di negara ini membutuhkan penyelenggara khusus yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Hal ini perlu dilakukan demi optimalisasi kinerja, hingga mampu mengakomodasikan segala kebutuhan umat.
Potensi Haji.
Jumlah jamaah haji di Indonesia tercatat sangat banyak, sampai ada calon jamaah haji yang harus menungu hingga 10 tahun lamanya. Dengan jumlah yang sedemikian banyaknya, dana simpanan ongkos naik haji bisa digunakan untuk kepentingan umat, salah satunya dengan cara menginvestasikannya. Apalagi, saat ini Indonesia sedang dalam proses pembangunan. Sangat tepat, apabila dana tabungan umat diinvestasikan untuk kepentingan negara, terutama di bidang perekonomian rakyat.
Menurut ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Dr Kurdi Mustofa, "Haji di Indonesia memiliki potensi besar dalam bidang ekonomi." Terang saja, jamaah haji di Indonesia sangat besar jumlahnya, bahkan setiap tahunnya bisa mengantongi dana simpanan hingga triliunan.
Memetik pelajaran dari negara tetangga, bank haji yang dimiliki Malaysia sangat berperan dalam memajukan perokonomian negeri jiran tersebut. Salah satu bentuk keberhasilannya, saham bank haji Malaysia selalu berkontribusi dalam setiap pembangunan nasional, seperti menara kembar petronas, lapangan balap sirkuit sepang, bandara internasional Malaysia, dan jalan tol. Dan yang lebih membuat kita malu adalah mayoritas saham kelapa sawit yang ada di Provinsi Riau dan Sumatra Utara dimiliki oleh bank haji Malaysia.
Indonesia sebagai negara yang memiliki jamaah sepuluh kali lipat dari jamaah Malaysia, seharusnya bisa lebih potensial dalam upaya meningkatkan kekuatan perokonomian negara. Salah satunya dengan menyusun ulang sistem tata kelola keuangan haji. Saat ini, tabungan calon jamaah haji jumlahnya mencapai triliunan rupiah, namun tidak jelas arahnya ke mana.
Untuk pengelolaan haji tahun depan, DPR sebagai wakil rakyat telah menampung berbagai laporan dan masukan dari masyarakat. Saat ini DPR dari Komisi VIII telah mengkaji RUU yang dianggap bisa membantu dalam upaya memperbaiki pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji. RUU yang saat ini sedang dipelajari adalah upaya memperbaiki UU No. 13 tahun 2008 yang dianggap tidak bisa mengakomodasikan kebutuhan umat dalam melaksanakan ibadah haji. Poin utama dalam draf RUU yang telah di bahas DPR saat ini, yaitu pemisahan antara regulator dan operator. Selain itu, juga pembentukan badan penyelenggara khusus ibadah haji serta sistem tata kelola keuangan haji. ***
Penulis Adalah mahasiswa Jurusan Manajemen Haji dan Umrah UIN Jakarta
Tulisan ini dimuat koran Suara Karya http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=295622


[ 0 komentar ]

Posting Komentar